Rabu, 17 Juli 2013

KITAB KUNING PESANTREN; YANG DIIDOLAKAN DAN TERLUPAKAN

Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang telah teruji sepanjang massa yang mempunyai karakteristik yang unik, terakhir ini telah memikat para peneliti untuk melihat berbagai aspek didalamnya.Sebagai sub cultur kemasyarakatan dan sekaligus laboratorium social masyarakat, karena ikut andil dalam transpormasi social.Karena watak pendidikannya yang populis santri mampu berinteraksi dengan dunia internal dan eksternal pesantren.Banyaknya peneliti yang mengungkap fenomena pesantren dari yang anarkisme hingga yang terorisme yang cenderung tidak obyektf, karena pesantren hanya berperan sebagai maf'ul (obyek teliti), maka harapanya ada peran aktif dan langkah dari dalam untuk merubah fenomena tersebut.Sebagai lembaga pendidikan Indonesia tertua yang juga wujud budaya asli bangsa ini (indigenous).Dilembaga pesantren inilah masyartakat muslim indonesia menerima doktrin dasar Islam yang terkait praktek keagamaan yang paling mendasar bagi pemeluk islam pemula.Yang pada masa awalnya, sebagai pemangku dan pendiri pesantren, ulama' mengambil sikap yang "non-kooperatif dan silent opposition " terhadap kebijakan politik etis pemerintah colonial belanda maka mereka mendirikannya di daerah yang jauh dari perkotaan untuk menghindari intervensi colonial tersebut.Terlebih setelah dibukanya terisan suez pada tahun 1869 dimana pemuda Indonesia banyak pergi dan belajar di makkah dan pulang ke Indonesia mengembangkan dan mendirikan pendidikan yang identik dengan pondok pesantren.Dan perpaduan antara keinginan seseorang (murid) untuk menimba ilmu keagamaan serta keikhlasan seorang guru untuk mengamalkan dan mengembangkan ilmu ke Islaman adalah modal utama eksisnya dunia pesantren sepanjang zaman.

Kitab kuning
Sebagai warisan dan kekayaan kebudayaan-intelektual Nusantara, pesantren juga harus dipandang sebagai benteng pertahanan kebudayaan itu sendiri.Pesantren sebagai pusat pengembangan ilmu dan kebudayaanyang berdimensi religius, tapi juga harus mampu menjadi motor transformasi komunitas masyarakat dan bangsanya.Di Indonesia terkait dengan peran sertanya dalam masyarakat, pesantren di identifikasi menjadi tiga fungsi, pertama sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu-ilmu ke Islaman, kedua sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungan islam, ketiga sebagai pusat produksi ulama'.Ketiga inilah yang harus sekarang menjadi setting idea pesantren sebagai lumbung agama Islam.Kitab kuning sebagai alat untuk mewujudkan setting idea perlu harus dikaji dan digalakan di dunia pesantren saat ini dengan berbagai metode dan cara.perlu introspeksi bahwa istilah kitab kuning pada awalnya hanyalah pejorative (nada merendahkan dan menyakitkan) dari kalangan eksternal pesantren karena sebagai simbol kitab yang memiliki kadar keilmuan yang rendah, ketinggalan zaman dan murah, maka ada saja orang menyebutnya kitab klasik, kitab gundul (karena tidak berkharokat) dan kitab kuno (al-khodimah al- kutub).

Beberapa pengamat mendefinisikan beragam, pertama mengungkapkan sebagai buku-buku tentang ilmu ke islaman yang dipelajari di pesantren ditulis dengan bahasa arab serta dengan sistematika yang klasik (Muntaha Azhari), kedua adalah kitab keagamaan berbahasa arab atau tertulis dengan huruf arab sebagai produk pemikiran ulama' masa lampau (salaf) sebelum abad 17 (Afandi Muhtar), ketiga Martin Van Bruinessen mengatakan bahwa kitab kuning adalah kitab yang ditulis dengan kertas yang berwarna kuning yang dibawa dari timur tengah pada awal abad ke 20, keempat Khozin Nasuha mengatakan bahwa kitab kuning adalah kepustakaan dan pegangan para kyai di pesantren yang merupakan kodifikasi ajaran islam.Sedang seorang kyai adalah personifikasi dari nilai-nilai dalam ajaran islam tersebut.Murid dan santri menjalankan perannya sebagai sub cultur masyarakat dengan mengikuti dan meniru kepribadian kyai sebagai wujud implementasi dalam ajaran kitab kuning.Abdurrahman Wahid mengatakan adanya tiga elemen dasar yang mampu membentuk pondok pesantren bertahan sebagai sub cultur, pertama pola kepemimpinan pondok pesantren yang mandiri tidak terkooptasi oleh negara.kedua kitab-kitab rujukannya selalu dapat digunakan sepanjang abad.Ketiga sistem nilai yang digunakan adalah bagian dari masyarakat luas.Itu artinya pesantren sebagai islamic intelectual basic tak bisa lepas dari kitab-kitab rujukan yang berstandart dunia akherat yang dapat dieksploratif santri dalam mengupas berbagai permasalahan yang ada di sekitarnya.

Pesantren Pengawal Kemurnian Ajaran Agama Islam Indonesia

Pesantren yang dengan unik melaksanakan kontruksi kepemimpinan kyai-ulama' sescara langsung dan menggunakan pegangan klasik dikatakan sebagai kontinuitas tradisi yang benar (right tradition) dengan memperhatikan ilmu-ilmu yang dipegangi oleh shalafu sholeh dan bisa menjadi standart keilmuan sepanjang masa.Seiringv perkembangan waktu dan zaman memunculkan banyaknya permasalahan yang kompleks, baik urusan duniawi maupun keagamaa, sebenarnya mampu dipecahkan dengan uraian kitab kuning karena masalahnya hampir serupa dan uraian bahasa yang tidak sama.Pesatnya ilmu alam,social, budaya dan teknologi,keilmuan kitab kuning nampaknya agak lamban berkembang yang sebenarnya keilmuannya sangat tinggi, dasar-dasar materinya sangat lengkap, luwes dan mencakup seluruh aspek kehidupan.Dengan demikian lambannya pemanfaatan keilmuan kitab kuning bukan disebabkan oleh sistem nilai tetapi sistem sosial dan budaya yang ada.Pada masa lalu kitab kuning dikaji secara massif dan konten pesantren, namun sekarang pergeseran orientasi santri dan sistem budaya yang mendominasi pemikirannya, mereka banyak meninggalkan sumber asli keilmuannya.Inilah yang harus di fikirkan bersama dan mengembelikan santri pada posisi yang semestinya yakni sebagai penerus ulama' dan pendakwah untuk kelestarian islam sepanjang zaman.Budaya lisan agaknya sudah mentradisi sekarang ini, namun budaya membaca belum membudaya.Dunia pesantren mulai kehilangan ruhnya untuk mengkaji segala fenomena yang ada dan terjadi dalam kitab kuning, sebagai mana dilakukan para salafus sholeh sehingga menjadi santri yang mumpuni dan berkualitas.Pada saat ini mereka masih hanya sebatas mengaji dan belum melangkah pada tradisi mengkaji, maka tak heran santri sekarang banyak tak mumpuni dan akrab dengan kitabnya padahal kitab adalah senjata mereka.Oleh karena itu budaya lisan dan tulisan serta membaca yang tersimpul dalam budaya mengaji dan mengkaji harus di kembalikan pada dunia pesantren sehingga setting idea pesantren sebagai islami intelectual basic dapat terwujud.

(Ustadz Rif'an, S.Ag)

0 komentar:

Posting Komentar