Sang bayu menerpa wajah dengan
perlahan. menemani dalam lamunan panjang dan kehampaan. Menjadi saksi bisu
goresan hati yang menyayat dan membawa gelisah dan juga tangis. sepasang mata
yang menerawang jauh, mencari-cari sebuah jawaban dalam kebisuan alam. Namun,
tak kunjung jua didapatinya.
Egoisme….rasa yang tak seharusnya
dilesatarikan, rasa yang seharusnya dikubur dan dibuang jauh. tapi dialah
pelengkap hidup dan jika telah kuasai hati, maka ia akan buata kan pikiran dan
menjadikan penyesalan yang besar pada diri yang hina ini. Semusim kenangan seakan-akan
tergadai dalam suatu bingkisan baru. Sedangkan
pandangan ….hanya tinggal pandangan batas. Hanya tergeletak tanya yang
menggelayut diantara masa yang tak kunjung terjamah. Meninggalakan hati yang
menangis yang penuh kesakitan. Dan tabir merah jingga yang menutupi hidup, yang
terlukis disela-sela mega diantara awan di langit senja menutupi angan dan
melayang hilang dalam langit dunia yang penuh misteri jua ilusi.
Syifa terlihat begitu murung dan
lesu. Semenjak suara telepon berbunyi di kantor pondok dan itu ditujukan untuk
dirinya.
“Syifa sayang …. maaf ya ,
berhubung jadwal pekerjaan Ayah terlalu bamyak ayah tidak bisa datang di acara
akhir sekolahmu...!” Ucap suara dari seberang sana yang memupmuskan
angannya seketika itu juga. Syifa
mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan-lahan “ya sudah,
tidak apa-apa kok yah!” ucapnya dengan berat. “Kenapa sich..aku hanya
seperti temanku yang lain. apa aku salah....?” batinnya dengan rasa kecewa dan sedih.
Kabut hitam menyelimuti hati.
menggerogoti rasa yang bersarang dalam jiwa, memikat hati dan aliran peluh air
mata kesedihan. Andaikan saja...semua rasa mampu untuk imengerti, mugkin rass
sakitlah itu tak kan melanda raga ini...! Andai saja...semua mampu menganggap
keberadaan, mungkin seperti air dalam geriba kecil itu takkan selusuh luka....
Syifa duduk termenung dalam
kesenduan sesaat, peluh air matanya meleleh basahi matanya berkawan dengan isak
sang langit, yang mendinginkan makhluk bumi.
“Dek Syifa....ada telepon untuk mu...!” ucap mbak Hanik
pengurus pondok yang tiba-tiba sudah berada disampingnya. Dan dengan tersentak
kaget Syifa pun menjawab “oh iya mbak...iya...!” dengan langkah yang berat dan
suasana hati yang sendu, Syifa segera menuju ke kantor. Dan Fifi yang sejak
tadi mencari dan mencemaskannya pun cepat mengambil langkah seribu mengikuti , setelah dia melihatnya.
“Assalamualaikum... “ ucap Syifa pelan.
“Waalaikumussalam..” Balas
suara dari seberang telpon dengan bersahaja. “Adik , kenapa....?”
Tiba-tiba hati kak Fatih tidak tenang . “Adik sakit ya...?” tambahnya. Dengan
tersendu menahan isak tangisnya Syifa mengambil nafas lebih dalam .
”Kak...kakak. harus kesini
bagaimanapun caranya....!” Adik pengen seperti temen-temen yang lain kak, bisa
imerasakan kehadiran dan kehangatan keluarga saat hari bersejarahku”.
“Kalau seperti ini, adek ingin
menyusul bunda saja. Dulu waktu bunda masih hidup , bunda lah yang temaniku ,
tapi sekarang...? Adek sendiri.” Diam sejenak. Syifa tak mampu lagi untuk
membendungnya . satu, dua butir air matanya pun menetes, “Ayah selalu
sibuk dan hanya punya waktu untuk bunda
siska (ibu tiri) juga dek Rio, sedangkan
kakak...? Kakak juga terlalu sibuk dengan pekerjaan . Adk butuh semangat dari
keluarga”.
“Kehangatan itu.. adek rindukan.
Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat kak...! dan selama itu pula, adek tidak
mendapatkannya dari keluarga sendiri tapi malah dari keluarga Fifi, sahabat
baikku”.
“Apakah karena adek yang
sebabkan bunda tiada, hingga keluarga tak peduli dan menjauhi diriku?” ucapnya dengan hati terguncang
dan terus terisak.
Jauh dari seberang telepon ,
Fatih yang mendengar tangis adiknya, hatinya teriris. Dia merasa telah gagal
menjalankan amanah bundanya.
“Fatih ....waktu Bunda tidak
lama lagi, jaga adikmu baik-baik , dia masih kecil dan kamu”. kenang Fatih dengan ucapan mendiang bundanya.
Hening sejenak,
“Bunda seperti itu bukan salah
dek Syifa, jadi jangan salahkan dirimu sendiri...!” tukas Fatih.mendengar ucapan Fatih, Syifa langsung
melempar gagang telpon dan keluar kantor sambil menangis tersedu-sedu. Melihat
telpon yang masih berbunyi Fifi, mengambil gagang telpon itu,
”Assalamualaikum....”.Ucap
Fifi.
“Waalaikumussalam...”
jawab Fatih. “Ini Fifi ...kak! maafkan Syifa ya kak...Om Bakhtiar kemarin telpon
dan ngasih kabar kalau dirinya tidak dapat datang karena sibuk ada pekerjaan,
padahal Syifa berharap ayahnya bisa menyaksikan
dirinya dianugrahi trofi bintang pelajar,” Cerita Fifi pada Fatih.
Kabut tipis terus sesak penuhi
hati membuncah hingga tiada terkendali . Rasa kecewa terus menggelayut dalam
jiwa. Bersama gerimis yang semakin padat. Fatih menstater motornya hendak
menemui Syifa. Fatih merasa tidak tenang
kalau belum menemui Syifa. Hujan lebat yang disertai kilatan sambaran
petir tidak mengurungkan niat Fatih. Di perempatan jalan, lampu lalu lintas
yang semula hijau menyala merah tidak disadari Fatih, Tiba-tiba truk trailer
dari arah barat meluncur dan
brak...suara keras terdengar dari benturan antara motor Fatih dan Truk itu dan
Ftih terpental jauh dengan tubuh
berlumuran darah dan tidak sadarkan diri.
Angan-angan tiada arti lagipun
menghilang dalam diri. Peluh air mata terus terurai di pelupuk mata Syifa,
dengan sesal yang tiada henti Syifa menuju RS.Telogo Rejo tempat kakaknya
dirawat.Karena keegoisannya harus menjadikan kakaknya menjadi korban dan ras
sesal selalu datng terlambat.
”Kak Fatih...!” ucap Syifa
lirih dengan mata yang berkaca-kaca karena penuh dengan air mata. Suara lirih
dan dengan menahan rasa sakit yang amat terdengar dari bibir yang tampak begitu
pucat itu. “Dek Syifa.....” Ucap Fatih.
“Kakak maafkan aku, gara-gara
aku kakak jadi begini?’ sesal Syifa.
Sudut bibir kanan dan kirinya
yang memutih itu, dia coba tarik untuk mempersembahkan seulas senyuman pada
keluarga tercinta. “Ayah...” suaranya sedikit bergetar. “tolong,
jangan kecewakan adek Syifa lagi...!” .” Aku titip adek sama ayah...” ucap
Fatih.
“Kakak...kakak...bicara apa,
aku ingin kakak sembuh.” ucap Syifa.
“Adek...kakak tidak mungkin
akan selalu menjaga adek...manusia tidak akan pernah ada yang abadi, jadi adek
jangan sedih ya kan masih ada bapak....!” ucap Fatih terakhir kalinya.
“Tiba-tiba saja nafas Faih
tersengal-sengal . “kakak...kakak...kakak.” jerit Syifa. Jiwa kini telah
terlepas dari raga , meninggalkan kefanaan dunia dan melayang-layang kembali
dalam pelukan kasih-Nya.
Malam mengayun dalam derap-derap
tasbih-Nya. Namun , duka dan rasa bersalah terus mengoyak batin dan
bisikan-bisikan cinta kasih-nya terus berhembus bersama sang angin. Semua
adalah kehendak–Nya . Meski terlalu
sakit untuk diterima kau dan
aku...Bentuk kasih-Nya selalu bertentangan dengan apa yang kau inginkan. Hidup
itu tak mudah. kesakitan,,,kekecewaan....kesedihan....kesusahan...dan semua
yang terjadi adalah pertanda ” Karena
Allah Mencintaimu”.
0 komentar:
Posting Komentar